Selamat kepada Prof. Badri Munir Sukoco untuk artikelnya yang telah dimuat di kolom Opini koran Jawa Pos tanggal 04 Maret 2021. Berikut adalah artikel tersebut.

 

𝟏𝟎𝟎 𝐇𝐀𝐑𝐈 𝐏𝐄𝐑𝐓𝐀𝐌𝐀 𝐊𝐄𝐏𝐀𝐋𝐀 𝐃𝐀𝐄𝐑𝐀𝐇 𝐁𝐀𝐑𝐔
Badri Munir Sukoco
Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Airlangga

Sebagian besar kepala daerah yang terpilih pada Pilkada 2020 telah dilantik pada Februari lalu. Menyisakan sebagian yang masih menjalani sengketa dan sejumlah daerah yang masa jabatan kepala daerahnya habis pada Maret hingga Juni mendatang.
Pilkada yang diselenggarakan Desember tahun lalu diikuti serentak oleh 270 daerah (49,27% dari total 548 daerah), dengan rincian 9 provinsi (26,47%), 37 kota (37,76%), dan 224 kabupaten (53,85%). Mengingat hampir setengah kepala daerah di Indonesia akan dilantik, tentu dampaknya terhadap pencapaian visi Kabinet Indonesia Maju untuk lepas dari 𝑚𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑡𝑟𝑎𝑝 sangatlah signifikan.
Sebagai kepala daerah baru, realisasi janji-janji kampanye akan sangat ditunggu oleh masyarakatnya. Dan masyarakat umumnya melihat kinerja pemimpin baru pada 100 hari pertamanya. Apa yang seharusnya dilakukan oleh kepala daerah baru pada 100 hari pertamanya?

𝐓𝐢𝐧𝐝𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐂𝐞𝐩𝐚𝐭
“100 hari pertama” merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) yang ke-32, Franklin D. Roosevelt (FDR). Memimpin pada tahun ke-4 sejak depresi ekonomi, beliau menekankan pentingnya tindakan yang cepat dan tepat dalam mengatasi dampak ekonomi yang dialami oleh AS. Sesuai catatan 𝑇ℎ𝑒 𝐸𝑐𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠𝑡, FDR ada 100 hari pertamanya mengusulkan 76 rancangan undang-undang (RUU) untuk disetujui oleh Kongres. Termasuk RUU untuk mengatur pasar saham yang memicu terjadinya depresi ekonomi pada 1929. Disamping itu, terdapat 99 𝑒𝑥𝑒𝑐𝑢𝑡𝑖𝑣𝑒 𝑜𝑟𝑑𝑒𝑟𝑠 yang diluncurkan pada 100 hari pertama. Bisa dibayangkan sibuknya FDR dalam mengorkestrasi semua sumberdaya yang dimiliki untuk merancang dan mengegolkan RUU di Kongres, dan secara bersamaan memberikan 𝑒𝑥𝑒𝑐𝑢𝑡𝑖𝑣𝑒 𝑜𝑟𝑑𝑒𝑟𝑠 untuk diimplementasikan bawahannya. Yang paling mendekati rekor tersebut adalah Harry S. Truman, penerus FDR, dengan menyelesaikan 53 RUU pada 100 hari pertamanya.
Tentu kompleksitas pengajuan RUU saat ini berbeda. Misalnya, Barack H. Obama membutuhkan 1 tahun penuh untuk meloloskan 𝑇ℎ𝑒 𝐴𝑓𝑓𝑜𝑟𝑑𝑎𝑏𝑙𝑒 𝐶𝑎𝑟𝑒 𝐴𝑐𝑡 (𝑂𝑏𝑎𝑚𝑎𝑐𝑎𝑟𝑒). Rekor yang dimiliki oleh FDR tidak akan terlewati oleh presiden lain, namun “100 hari pertama” senantiasa menjadi cara paling efektif dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa pemimpin baru siap untuk bekerja.
Seratus hari pertama adalah waktu yang ideal, karena 𝑎𝑝𝑝𝑟𝑜𝑣𝑎𝑙 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔𝑠 di masyarakat sedang tinggi-tingginya (sehingga terpilih). Tidak memiliki konflik dengan banyak pihak, dan para staf akan mendukung semua program yang dicanangkan dengan harapan posisi strategis dengan membantu pemimpin baru.

𝐊𝐞𝐩𝐚𝐥𝐚 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐀𝐦𝐛𝐢𝐝𝐞𝐱𝐭𝐫𝐨𝐮𝐬
Dewa Romawi, Janus, memiliki dua pasang mata. Sepasang mata pertama fokus pada apa yang telah terjadi, dan yang kedua fokus pada apa yang akan terjadi. Pemimpin organisasi, menurut O’Reilly dan Tushman (2004), harus memiliki kemampuan untuk menghubungkan keduanya - 𝑎𝑚𝑏𝑖𝑑𝑒𝑥𝑡𝑟𝑜𝑢𝑠. Pemimpin harus mampu memperbaiki kualitas layanan dan produk yang dihasilkan organisasi; pada saat yang sama menciptakan inovasi-inovasi yang akan menentukan masa depan organisasi. Organisasi dengan pemimpin 𝑎𝑚𝑏𝑖𝑑𝑒𝑥𝑡𝑟𝑜𝑢𝑠, 90% memiliki tingkat kesuksesan lebih tinggi.
Pemimpin yang 𝑎𝑚𝑏𝑖𝑑𝑒𝑥𝑡𝑟𝑜𝑢𝑠, senantiasa konsisten dalam mengeksplorasi ide-ide inovatif guna mencapai visi jangka panjang sekaligus memimpin operasional organisasi agar makin efektif dan efisien (eksploitatif). Eksploitasi mengarah pada pemanfaatan dan perbaikan akan proses, kompetensi, teknologi, dan sumberdaya yang telah ada; sedangkan eksplorasi menitikberatkan pada eksperimentasi pada pengetahuan dan alternatif baru yang belum ada.
Dalam konteks daerah, eksploitasi cenderung dilakukan oleh daerah-daerah yang memiliki kekayaan alam besar. Keputusan ini dipilih karena menjanjikan kesuksesan lebih cepat dan lambat laun semakin tergantung untuk lebih mengeksploitasinya, mengakibatkan 𝑠𝑢𝑐𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑡𝑟𝑎𝑝. Eksplorasi merupakan pilihan logis bagi daerah dengan SDA terbatas dengan menawarkan alternatif-alternatif baru bagi dunia, dan biasanya ℎ𝑖𝑔ℎ 𝑡𝑒𝑐ℎ atau 𝑠𝑒𝑟𝑣𝑖𝑐𝑒𝑠 𝑒𝑐𝑜𝑛𝑜𝑚𝑦 menjadi pilihan karena menjanjikan hasil besar dalam jangka panjang. Mengingat arah eksplorasi susah diprediksi, maka mekanisme ini akan mendorong sebuah daerah untuk menyiapkan beberapa alternatif dan mengarahkan pada 𝑓𝑎𝑖𝑙𝑢𝑟𝑒 𝑡𝑟𝑎𝑝. Bilamana eksploitasi menjadikan daerah sukses dalam jangka pendek namun rentan dalam jangka panjang, eksplorasi kurang efektif dalam jangka pendek dan rentan akan perubahan teknologi dan pasar meskipun menjanjikan kesuksesan dalam jangka panjang.
Seratus hari pertama bagi para kepala daerah bukanlah akhir cerita, namun akhir dari permulaan baru pada 1.825 hari masa jabatan. Bagi kepala daerah baru, 100 hari pertama sangat krusial dalam merealisasikan perubahan-perubahan yang telah dijanjikan pada kampanye sebelumnya. Program-program prioritas akan dilaksanakan dalam 100 hari ini, dan dukungan dari 𝑠𝑡𝑎𝑘𝑒ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟𝑠 tergantung bagaimana kepala daerah baru mengeksekusinya.
Seratus hari pertama juga menjadi sinyal inovasi baru yang akan dieksekusi dan peningkatan efektifitas serta efisiensi program sebelumnya yang telah sukses mengantarkan pada periode kepemimpinan kedua. Yang pasti, 100 hari pertama adalah langkah awal bagi para kepala daerah dalam mempersiapkan 𝑙𝑒𝑔𝑎𝑐𝑦 bagi kepemimpinannya.
Salah satu program prioritas Kabinet Indonesia Maju adalah transformasi ekonomi agar Indonesia terlepas dari 𝑚𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑡𝑟𝑎𝑝. Tentu kebijakan nasional ini perlu diikuti oleh para kepala daerah. Mengeksploitasi keunggulan daerah yang sudah ada (meminimalisir 𝑠𝑢𝑐𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑡𝑟𝑎𝑝) dan mengeksplorasi keunggulan baru yang bernilai tambah tinggi (memitigasi 𝑓𝑎𝑖𝑙𝑢𝑟𝑒 𝑡𝑟𝑎𝑝) adalah sebuah keharusan. Kepala daerah yang 𝑎𝑚𝑏𝑖𝑑𝑒𝑥𝑡𝑟𝑜𝑢𝑠-lah yang akan mampu mewujudkannya.

 

Sumber: https://manajemen.feb.unair.ac.id/manajemen-news/1375-2021-03-04-07-58-21.html

Hits 2279